Wednesday 22 July 2020

Review Buku Dinamika Peradaban Islam | BlogKu


REVIEW BUKU

 

A.     Identitas Buku

Judul Buku        :      Dinamika Peradaban Islam

Penulis               :      Machfud Syaefudin, dkk.

Penerbit             :      CV. Pustaka Ilmu Group, Yogyakarta

Pencetak            :      CV. Pustaka Ilmu Group, Yogyakarta

Cetakan             :      Pertama

Tahun                :      2013

Kota                  :      Jl. Wonosari KM. 6.5 No.243, KalanganYogyakarta

Tebal buku        :      352 hlm, 2,1 cm

ISBN                 :      978-602-7853-01-0

 

B.     Isi Buku

 

Buku ini mengulas tentang sejarah peradaban Islam yang penjelasannya di awali dengan penjelasan keadaan negara Arab sebelum datangnya Islam sampai dengan peradaban Islam di Indonesia. Untuk lebih sistematisnya saya akan menguraikan kandungan buku ini dari bab per bab.

Kata “Sejarah” berasal dari bahasa arab “syajaratun” , artinya pohon.Apabila digambarkan secara sistematik, sejarah hampir sama dengan pohon,memiliki cabang ranting, bermula dari sebuah bibit, kemudian tumbuh danberkembang, lalu layu dan tumbang. Seirama dengan kata sejarah adalahsilsilah, kisah, hikayat yang berasal dari bahasa arab.

Sejarah dalam dunia barat disebut histoire (Perancis), historie(Belanda),dan history (Inggris),berasal dari bahasa yunani, istoria yangberarti ilmu.

Menurut definisi yang umum, kata history berarti ”masa lampau umatmanusia”. Dalam bahasa Jerman Disebut geschichte, berasal dari katageschehen yang berarti terjadi.3 Sedangkan dalam bahasa Arab disebuttarikh, berasal dari akar kata ta’rikh dan taurikh yang berarti pemberitahuantentang waktu dan kadangkala kata tarikhus syai’i menunjukkan arti padatujuan dan masa berakhirnya suatu peristiwa.

Dalam Pengertian lain, sejarah adalah catatan berbagai peristiwa yangterjadi pada masa lampau (even in the past).5 Dalam pengetian yang lebihseksama sejarah adalah kisah kisah dan peristiwa masa lampau umatmanusia.

Bab ISejarah peradaban islam sangat penting dalam dunia keilmuan tentang islam. Cakupan sejarah peradaban islam tidak hanya mencakup tentang ke-islaman saja melainkan mencakup beberapa aspek diantaranya sejarah politik, sosial serta budaya. Awal mula islam muncul dari era Nabi Muhammad dan masa setelah nabi wafat.

Sejarawan muslim Ibnu Khaldun mendefinisikan, sejarah adalahcatatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia; tentangperubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat, seperti keliaran,keramah-tamahan, dan solidaritas golongan; tentang revolusi pemberontakanoleh segolongan rakyat melawan golongan yang lain dengan akibattimbulnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara, dengan tingkat bermacammacam;tentang bermacam-macam kegiatan dan kedudukan orang, baikuntuk mencapai penghidupannya, maupun dalam bermacam-macam cabangilmu pengetahuan dan pertukaran; dan pada umunya, tentang segalaperubahan yang terjadi dalam masyarakat karena watak masyarakat itusendiri….

Adapun Menurut Sidi Gazalba, sejarah adalah gambaran masa lalutentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk social, yang disusun secarailmiah dan lengkap, meliputi urutanfakta masa tersebut dengan tafsiran danpenjelasan yang memberi pengertian dankepahaman tentang apa yang telahberlalu itu.8

Bab IImenceritakan tentang kehidupan pada masa Nabi Muhammad SAW dari lahir hingga beliau wafat. Muhammad lahir di Mekah pada hari senin 20 April 571 dari pasangan Abdullah dan siti Aminah. Muhammad diasuh oleh Halimah sa’diyah selama empat tahun dan dikembalikan pada ibunya selama 2 tahun. Pada usia nabi 6 tahun sudah ditinggalkan oleh kedua orang tunya. Setelah itu Muhammad diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib tidak lama kemudian kakeknya meninggal, Sehingga Abu Thalib (paman) mengasuhnya.

Nabi Muhammad menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun, mereka dikaruniai 6 orang anak. Mendekati usia yang ke 40 tahun muhammad beruzlah ke gua hira di jabal nur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M beliau memperoleh wahyu dari Allah SWT melalui malaikat Jibril. Tugas Nabi di Mekah adalah untuk kerasullannya, dengan demikian nabi melaksanakan dakwahnya secara diama-diam karena saat itu mekah masyarakat mekah sangat tidak suka pada nabi. Sehingga nabi memutuskan untuk berhijrah ke Madinah. Karena disana nabi merasa aman serta penduduk sekitar mendukung serta mau mengikuti nabi.

Bab IIItentang masa khulafa’ al-rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin affan, Ali bin Abi Thalib). Setelah Nabi Muhammad wafat Abu bakar terpilih menjadi pemimpin dengan berbagai macam alasan diantaranya adalah Abu bakar adalah orang pertama yang masuk islam setelah nabi, serta abu bakar sangat dekat dengan nabi, serta nabi pernah berkata dalam sebuah hadits yang menerangkan bahwa “ Kepemimpinan itu berada di tangan kaum Quraisy”. Kemajuan yang dicapai pada masanya adalah Perbaikan sosial, Perluasan pengembangan wilayah, Pengumpulan ayat suci al-Qur’an, Meningkatkan kesejahteraan umat.

Saat Abu bakar jatuh sakit dan dikira sudah mendekati ajalnya, Umar bin Khattab terpilih sebagai pengantinya. Umar berhasil menngkonsolidasikan islam di Arabia, mengubah anak-anak padang pasir yang liar menjadi bangsa pejuang yang disiplin, menghancurkan kekaisaran Persia dan Byzantium, membangun imperium yang snagat kuat seperti Persia, Irak, Kaldea, Syiria, Palestina dan Mesir.

Utsman bin Affan menjadi pengganti Umar bin Khathab, beliau mampu menambah ekspansi imperium Arabyang lebih jauh di Asia Tengah dan Tripoli. Pemerintahannya patut dikenang karena terbentuknya angkatan laut Arab, serta beliau berusaha keras untuk mengatasi kekacauan yang terjadi di dalam negeri.

Setelah Utsman wafat Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi penerus Utsman. Perkembangan pada masa Ali adalah Mengganti gubernur lama karena sudah melakukan penyelewengan dalam melaksankan tugas, Menarik kembali tanah milik Negara yang pada masa utsman diberikan pada keluarganya, peningkatan militer, Pembangunan kota yang merata.

Bab IV, tentang dinasti-dinasti Islam. Yang pertama yaitu Dinasti Umayyah. Daulah Umayah berasal dari Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf, merupakan salah satu pemimpin kabilah Quraisy di zaman jahiliyah. Kedaulatan Bani Umayyah dimulai sejak masa kekuasaan Gubernur Syam yang pada waktu itu tampil sebagai penguasa Islam yang kuat pasca wafat Ali bin Abi Thalib. Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb adalah pembangun dinasti Umayyah dan sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus. Kekhalifahannya diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Masa kekhalifahan Bani Umayyah yang panjang, baik pada Bani Umayyah I ataupun Bani Umayyah II, telah mengalami pergantian khalifah. Masing-masing khalifah memliki karakteristik kepemimpinan yang berbeda-beda. Ada beberapa permasalahan yang dibangun pada pembahasan ini, yaitu bagaimana sejarah Bani Umayyah I dan II  serta peradaban yang telah dibangun pada masa itu.

Pada masa Bani Umayyah, kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan adalah seni sastra, seni rupa, seni bangunan, seni ukir, dan sebagainya. Pada masa Bani Umayyah, telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan mengambi pola Romawi, Persia, dan Arab.

Seni sastra berkembang dengan pesatnya, hingga mampu menerobos ke dalam jiwa manusia dan berkedudukan tinggi di dalam masyarakat dan Negara. Sehingga syair yang muncul senantiasa sering menonjol dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi.

Perkembangan seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan khath Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan tembok-tembok istana yang diukir dengan khath Arab.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, ilmu sejarah, dan lain-lain.

Pada bidang politik telah mengalami kemajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya. Kekuatan militer pada masa Bani Umayyah jauh lebih berkembang dari masa sebelumnya, sebab diberlakukan undang-undang Wajib Militer. Poltik ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari unsur Arab.

Di zaman Umar ibn Abdul-Aziz Rahimahullah, serangan dilakukan kePrancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin olehAburrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi Rahimahullah

Dalam bidang sosial budaya, khalifah pada masa Bani Umayyah juga telah banyak memberikan kontribusi yang cukup besar. Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit di setiap kota yang pertama oleh Khalifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di rumah-rumah tersebut. Sehingga usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang cukup tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka berbondong-bondong memeluk Islam.

Walaupun telah mencapai puncak kekuatan dan kejayaan, Daulah Umayyah tak selamanya dapat bertahan mrnghadapi pergantian waktu yang selalu berjalan. Kekuasaan merupakan takdir yang menguasai dinasti tersebut, sebagaimana ia juga menguasai manusia. Faktor-faktor runtuhnya Daulah Umayyah diantaranya, munculnya sekte-sekte yang bergerak hendak merobohkan khalifah Bani Umayyah, munculnya rasa kesukuan di kalangan Arab Selatan dan Arab Utara dan perebutan kekuasaan di kalangan istana. Penguasa daulah Bani Umayyah, terutama pada masa akhir, lebih dikenal sebagai penguasa yang senang berfoya-foya, bermewah-mewah dengan minuman keras, wanita dan sebagainya yang membawa daulah ini ke tebing kehancuran.

Setelah runtuhnya khalifah Bani Umayyah, karena persoalan internal dan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh Bani Hasyim. Karena Bani Umayyah menindas pengikut Ali dan Bani Hasyim, merendahkan kaum muslimin dan melanggar ajaran Islam secara terang-terngan. Muncullah khalifah Bani Abbasiyah, khalifah yang melanjutkan peradaban Islam. Pada saat itu wilayah kekuasaan daulah Bani Abbasiyah tidak bertambah, bahkan berkurang, namun wilayah penyebaran Islam meluas sampai ke pedalaman anak benua India dan lahir daulah-daulah Islam disana.

Pada masa khalifah Bani Abbasiyah peradaban Islam lebih maju daripada masa khalifah sebelumnya. Sebelumnya, khalifah hanya memajukan peradaban agama dan memperluas daerah kekuasaannya. Akan tetapi berbeda dengan masa khalifah Bani Abbasiyah, pada masa ini bukan saja memajukan peradaban ilmu agama dan memperluas daerah kekuasaan, tetapi juga memajukan ilmu pengetahuan. Karena khalifah Bani Abbasiyah mendukung peradaban ilmu pengetahuan, maka pada masa Bani Abbasiyah bermunculan ilmuwan-ilmuwan yang sangat produktif.

Pada masa khalifah Bani Abbasiyah terbagi menjadi empat periode, diantaranya adalah, periode pertama yang memakan waktu satu abad lamanya (132-232H/750-847 M). Periode ini merupakan masa kejayaan Bani Abbasiyah. Periode kedua dari tahun 232 H/837 M sampai 334 H/945 M. Pada periode ini pengaruh Turki sangat besar, sedangkan pengaruh Sunni pulih. Periode ketiga dari tahun 334 H sampai 447 H, pada periode ini pengaruh Buwaihi sangat besar. Periode keempat dari tahun 447 H/1055 M sampai dengan tahun 656 H/1258 M, nampak besarnya pengaruh keluarga Bani Saljuk. Disebut juga dengan peradaban perekonomian, pada masa ini mulai muncul alat transportasi seperti kapal layar, hewan sebagai pengangkut barang dan sungai sebagai jalan kapal.

Sejarah mencatat bahwa kebangkitan peradaban dan kebudayaan Islam terjadi pada masa daulah Bani Abbasiyah yang kuat tidak tertandingi. Harun al-Rasyid merupakan raja yang paling berkuasa dan mencerminkan kebudayaan lebih tinggi.Ia digantikan oleh anaknya al-Ma’mun yang dikenal sebagai orang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahannya, penulisan buku-buku dan penerjemahan karya-karya berbahasa asing sangat digalakkan, sehingga Baghdad bagaikan kota ilmu.

Pada masa ini, kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada masa keeemasannya.

Pada masa Bani Abbasiyah inilah lahir para fuqoha, mufasir, filsuf dan ahli tarekat (sufi) dan ilmuwan ulung yang membuka cakrawala dunia seperti al-Farabi, al-Kindi, al-Ghazali, al-Razi, dan sebagainya. Peradaban dan kemajuan Islam seakan-akan lenyap dari muka bumi sejalan dengan hancurnya kekuasaan Abbasiyah, peradaban baru muncul dari Eropa Barat, kemudian dunia pun berkiblat kepadanya.

Secara umum munculnya peradaban Islam telah dimulai sejak lahirnya agama itu sendiri kemudian mengalami perkembangan pada saat Daulah Umayyah berkuasa dan mencapai puncak kejayaan pada masa Bani Abbasiyah. Daulah Fatimiyah lahir pada abad kesepuluh akhir masa Daulah Abbasiyah bersamaan dengan daulah-daulah kecil lainnya yang mulai melepaskan diri dari kekuasaan Daulah Abbasiyah.

Daulah Fatimiyah lahir dari gerakan-gerakan keagamaan yang dikembangkan oleh kelompok Syi’ah Ismailiyah. Lebih dari satu setengah abad kelompok Syi’ah Ismailiyah mengembangkan dakwah dan membangun kekuatan hingga lahirnya Daulah Fatimiyah.

Fatimiyyah dengan begitu, mewarisi kemajuan peradaban yang dibangun Umayyah maupun Abbasiyah. Di Afrika, Fatimiyyah mewarisi peradaban yang dibangun Aghlabiyah yang berada dibawah kekuasaan Abbasiyah. Di Mesir, Fatimiyyah mewarisi tradisi intelektual yang berkembang baik di Iskandariah pada saat menjadi jajahan Yunani. Tetapi Fatimiyah tetap mampu membangun peradaban khasnya. Al-Mahdi membangun simbol-simbol kebudayaan yang khas Fatimiyah. Diantaranya adalah mencetak uang untuk menggantikan uang Aghlabiyah; Mahkota, sebagai salah satu simbol utama sebuah kerajaan, dibuat sedemikian rupa berbeda dengan yang lain; Mudhillah, semacam payung yang berfungsi melindungi khalifah dari sengatan matahari; Cincin, dibuat berbeda-beda antara satu khalifah dengan khalifah yang lain yang memiliki ciri pada ukiran kaligrafi yang mengisyaratkan harapan; Genderang dan tabuh-tabuhan, digunakan untuk menyambut kedatangan seseorang yang dimuliakan.

Selain itu, jasa terbesar Fatimiyah dalam membangun peradaban di Afrika adalah usaha al-Mahdi meletakkan dasar toleransi antar pemeluk faham dan agama yang ada di wilayah kekuasaannya. Toleransi adalah sebuah peradaban besar, sebuah peradaban yang belum pernah dibangun oleh daulah-daulah sebelumnya. Al-Qaim juga memberikan sumbangannya dalam membangun peradaban di Afrika. Salah satunya adalah mentradisikan pembuatan peralatan perang. Fatimiyah, melalui al-Mansur juga mampu membangun perekonomian yang kuat bahkan mampu menarik minat para pedagang dari luar untuk mencoba mengadu peruntungan di Manshuriyah.

Dalam bidang industri, Fatimiyah juga mampu membangun industri yang produknya dipasarkan hingga ke luar negeri. Tinnis, Demietta, Dabik adalah tempat tumbuh kembangnya tenun sutra. Di Kairo juga diproduksi sutra dan bahkan al-Muiz mempunyai peta daerah-daerah sentra tenun sutra. Ada juga insdustri pengolahan kayu, kaca dan kristaldi Fustat dan Alexandria. Juga ada tembikar, keramik, mosaik, industri logam. Barang  dari gading, kulit, minyak, gula, dan kertas juga telah dapat diproduksi pada masa itu.

Tidak adanya diskriminasi aturan perdagangan antara muslim, kristen, dan yahudi membuat perdagangan di Mesir, mendorong tumbuh pesatnya perekonomian Fatimiyah. Hubungan dagang telah di jalin dengan berbagai negara seperti India, Abbyssinia, Nubia, Constantinopel, dan juga Itali, Genoa, Afrika Utara, Spanyol, dan daratan Eropa lainnya, khusunya Sisilia.

Di Mesir, Fatimiyah mampu membangun istana dengan berbagai ornamen dan ornamen. Bahkan keramik, karya seni dari logam dan kayu khas Fatimiyah menginspirasi lahirnya kerajinan khas Mesir. Fatimiyah juga menggagas air mancur sebagai pendingin ruangan. Di Mesir Fatimiyah juga mampu membangun perekonomian. Dismaping itu Fatimiyah juga mampu membangun toleransi ekhidupan beragama. Hasil karya terbesar Fatimiyah di Mesir adalah pendirian Universitas Al-Azhar. Peninggalan inilah yang masih bersiri megah hingga  sekarang dan dikenal banyak orang.

Fatimiyah memang mampu memberikan pengaruh terhadap corak seni dan budaya pada masa kemusian. Namun tidak demikian halnya dengan ideologi keagamaan. Meski berkuasa di Mesir hampir 200 tahun, Syi’ah sebagai ideologi utama daulah Fatimiyah tidak banyak memberikan pengaruh bagi kehidupan keagamaan di masa kemudian. Bisa jadi kegagalan Fatimiyah membangun ideologi Syi’ah di Mesir adalah kebebasan yang diberikan Al-Aziz terhadap seluruh penduduk untuk menjalankan keyakinan agama dan aqidah nya masing-masing. Sementara sikap represif Al-Hakim terhadap pemeluk agama lain menimbulkan reaksi anitpati dan pandangan negatif terhadap Syi’ah.

Di penghujung masa khalifah Bani Abbasiyah, sebuah kekuatan baru bangkit menantang kekaisaran Bizanthium (Romawi) dan Khalifah Fatimiyah. Suku Saljuk dari Turki Oghuz menghantarkan Islam memasuki pemerintahan fase baru. Kekuasaan Dinasti Saljuk di Irak pada nantinya berakhir di tangan Khawarizm Syah, yaitu pada 590 H/1199 M, dimana Perang Salib telah terjadi.

Menjelang Perang Salib, meskipun peradaban Islam diwarnai kemelut konflik politik internal antar dinasti dan khalifah, namun sinar pemikiran Muslim tetap gemilang. Namun sayangnya, pemimpin Islam terjebak dalam godaan hiruk-pikuk dan gemerlap duniawi. Kemewahan dan pesta pora di istana dan harem tidaklah asing pada masa kejayaan ini. Kemewahan dan foya-foya menjadi gaya hidup yang mewarnai peradaban Muslim hingga menjelang pasukan Perang Salib menyerbu dan memutar balik arah peradaban.

Perang Salib adalah serangkaian gambaran tindakan atas dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada akhir abad ke-11 M pada masyarakat Kristen. Tanda salib yang digunakan sebagai identitas pasukan perang gereja itulah yang kemudian dijadikan dasar penyebutan perang ini dengan sebutan Perang Salib. Hasilnya adalah kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan dan perang untuk Tuhan. Tapi pada kenyataannya, Perang Salib bukan saja merupakan perang agama (holy war) ataupun perang keadilan (just war), tetapi ia juga perang antar-kekuasaan dan perang antar-peradaban. Itu sebabnya, Perang Salib hanya akan mendapatkan maknanya melalui tiga sudut pandang kajian; agama, politik, serta peradaban secara bersama-sama. Pembacaan atas Perang Salib dengan mengandalkan satu sudut pandang saja hanya akan membentuk ”ingatan sejarah” yang terpisah-pisah, tidak utuh, dan seringkali tumpang tindih.

Kendati demikian, sejarah mencatat dengan penuh kesediahan bahwa perpecahan, pertentangan dan bahkan pertumpahan darah dalam tubuh umat Islam terjadi karena persoalan politik.

Peradaban politik Islam adalah terjadinya perjanjian Aqabah I dan II, penyepakatan Perjanjian Hudaibiyah menunjukkan bahwa pada saat itu ada peradaban politik yang diletakkan oleh Nabi Muhammad berupa musyawarah dengan masyarakat luar Mekkah. Ini dapat diartikan sebagai diplomasi yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dengan suku Aus dan Khazraj yang pada saat itu menjalankan ibadah haji. Pada perkembangannya, diplomasi juga dilakukan oleh Nabi Muhammad dengan cara mengirim surat dan urusan kepada penguasa-penguasa di sekitar jazirah Arab dan menerima urusan dari negara lain. Kemudian tersepakatinya Shahifah atau Piagam Madinah. Menurut para ahli politik ketatanegaraan, dianggap sebagai konstitusi yang disepakati oleh masyarakat Madinah. Dengan Piagam Madinah tersebut bagi para ahli kenegaraan, Madinah dapat disebut sebagai negara yang di dalamnya terdapat pemimpin, wilayah, masyarakat dan konstitusi yang disepakati dengan menggunakan prinsip-prinsip keadilan, persamaan, musyawarah dan ketaatan pada pemimpin.

Perang merupakan salah satu langkah politik yang juga dilakukan oleh Nabi Muhammad. Perang ini biasa dilakukan sebagai jalan akhir dikarenakan pihak Muslim mengalami keterancaman dalam menjalankan dakwah. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, dan Bani Abbasiyah juga menjalani peperangan.

Jalannya pemerintahan pada awalnya sentralistik, dari masa Nabi Muhammad hingga Khalifah Abu Bakar As-Shidiq, kemudian sejak Khalifah Umar bin Khattab pemerintahan mulai desentralistik. Selanjutnya pada masa Umayyah dan Abbasiyah pendistribusian kewenangan dalam penyelanggaraan pemerintahan semakin profesional, dengan membentuk wazir, hajib, diwan, dan sekretaris diwan.

 

Bab V, Perkembangan islam di spanyol dan perkembangan islam di tiga kerajaan. Peradaban alutsista (alat utama sistem senjata) berbentuk pedang, panah, tombak, pelontar, pelindung dada dan kepala dan kapal perang. Kendaraan darat untuk perang adalah kuda dan unta. Ada juga bendera kesatuan yang dipasang di ujung tombak.

Politik Islam tidak lepas dari pengaruh peradaban di sekitarnya yaitu Romawi dan Persia. Perubahan sistem pemilihan pemimpin dari mekanisme musyawarah menjadi monarki atau patrimonial merupakan pengaruh dari peradaban Romawi dan Persia. Struktur tata pemerintahan yang diterapkan Bani Umayyah mendapatkan pengaruh dari peradaban Romawi dan Bani Abbasiyah mendapatkan pengaruh dari Persia.

Penyerbuan pasukan Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang telah menghancurkan kota Baghdad di Iraq merupakan akhir dari Daulah Bani Abbasiyah. Selanjutnya, politik umat Islam mulai mengalami kemajuan kembali  setelah berdiri dan berkembangnya tiga kerajaan besar yaitu: Pertama, Ustmani di Turki sebagai benteng kekuatan Islam dalam menghadapi ekspansi Eropa ke Timur. Kedua, Mughal di India dan dengan kehadirak Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya nyaris tenggelam. Ketiga, Shafawi di Persia yang menjadikan Syia’ah sebagai madzhab negara. Kerajaan Shafawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran sekarang ini.

Dari ketiga dinasti diatas, Dinasti Ustmani adalah yang pertama berdiri sekaligus yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua dinasti lainnya.

Dinasti Utsmani didirikan oleh Utsman bin Erthogril bin Sulaiman Syah dari suku Qayigh Oghus Turki. Erthogril membantu Sultan Alauddin II melawan Romawi Timur sehingga Dinasti Saljuk mengalami kemenangan. Sultan merasa senang dan memberikan hadiah kepada Erthogril wilayah Dorylaeum (Iskishahar) yang berbatasan dengan Bizanthium. Mereka menjadikan Shaghut sebagai ibu kota pemerintahan yang independent yang berdiri pada tahun 1258 M.

Sedangkan para sultan Dinasti Utsmani adalah; Ustman I, Orkhan, Murad I, Bayazid I, Muhammad I, Murad II, Muhammad II, Bayazid II, Salim I, Sulaiman I, Salim II, Murad III, Muhammad III, Ahmad I, Musthafa I, Ustman II, Musthafa II, Murad IV, Ibrahim, Muhammad IV, Sulaiman II, Ahmad II, Musthafa III, Ahmad III, Mahmud I, Ustman III, Musthafa IV, Abdul Hamid I, Salim III, Musthafa V, Mahmud II, Abdul Majid, Abdul Aziz, Abdul Hamid II, Muhammad V, Muhammad VI.

Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan kemajuan Dinasti Turki Ustmani adalah; pertama, adanya sistem pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa; kedua, tidak ada diskriminasi dari pihak penguasa; ketiga, pihak Turki memberikan perlakuan yang baik terhadap saudara-saudara baru dan memberikan kepada mereka hak rakyat secara penuh, baik dalam kehidupan beragama maupun kemasyarakatan; keempat, Dinasti Ustmani telah menggunakan tenaga-tenaga yang profesional dan terampil, khusuhnya dalam bidang administrasi pemerintahan; kelima, kedudukan sosial orang-orang Turki telah menarik minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk memeluk Islam; keenam, rakyat yang memeluk agama Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (Jizyah) yang relatif murah dibandingkan masa pemerintahan Bizanthium; ketujuh, semua penduduk mendapatkan kebebasaan untuk menjalankan agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing; kedelapan, Turki Ustmani tidak fanatik agama.

Sedangkan yang menyebabkan keruntuhan Ustmani adalah; pertama, luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan yang ditangani oleh orang-orang yang tidak cakap, hilangnya keadialn, merajalelanya korupsi dan meningkatnya kriminalitas; kedua, heterogenitas penduduk dan agama; ketiga, kehidupan istimewa yang bermegahan; keempat, merosotnya perekonomian negara akibat peperangan yang sebagian besar mengalami kekalahan; kelima, timbulnya gerakan nasionalisme.

Dinasti Shafawi mulai berkuasa ketika tradisi kesukuan semakin kehilangan akar dan terasingkan. Satu hal yang menarik dari sejarah Dinasti Shafawi bahwa dinasti ini bermula dari gerakan keagamaan berupa Thariqah. Setelah mengalami penerimaan yang masif di tengah-tengah masyarakat dan kota-kota di Persia gerakan keagamaan tersebut mengubah model gerakannya menuju gerakan politik. Seolah menjadi hukum alam dan sosial, suatu kelompok bila sudah banyak pengikut dan pendukungnya, mereka ingin untuk mempeluas gerakannya ke arah yang lebih berkuasa dan berpengaruh yaitu kekuasaan politik. Tradisi dan ambisi model inibisa saja menimpa kelompok dan gerakan apa saja, baik pada masa dulu maupun masa kini. Semua mempunyai potensi ke arah tersebut. Ini pula yang dialami Dinasti Shafawi, sekalipun harus berharap dengan kekuasaan besar penguasa masa itu, Dinasti Ustmani untuk mempertahankan eksistensi nya, mereka berani konflik dan bentrok dengan penguasa, walaupun darah dan nyawa menjadi taruhannya.

Karena ambisi politik yang kuat maka Ismail ingin mengembangkan kekuasaan ke daerah-daerah lain seperti Turki Ustmani. Rasa permusuhan terus berlangsung sampai sepeninggal Ismail. Peperangan antara kedua Dinasti tersebut masih berlangsung hingga beberapa kali, yaitu pada zaman pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M), dan Muhammad Khudabanda (1577-1587 M). Pada masa sultan-sultan tersebut Dinasti Shafawi sangat lemah. Keadaan ini baru bisa diatasi pada masa kesultanan Abbas I.

Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan Dinas Shafawi. Secara politik, Abbas I mamlu mengatasi berbagai kemelud didalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembai wilayah-wilayah yang penah direbut oleh dinasti lain pada masa sultan-sultan sebelumnya. Kejayaan ini terliah dari stabilitas dan kemakmurannya, yang tampak dari kemegahan ibu kota negara di Isfahan, beserta super-bazar dan keindahan arsitekturnya. Bidang kesenian berkembang, dan kajian filsafat kembali mengakar di negeri-negeri Islam.

Nama-nama penguasa kesultanan Dinsati Shafawi adalah Ismail I, Tahmasp I, Ismail II, Muhammad Khudabanda, Abbas I, Shofi Mirza, Abbas II, Sulaimen, Husein, Tahmasp II, Abbas III.

Adapun sebab kemunduran dan kehancuran  Dinasti Shafawi adalah; pertama, adanya konflik yang berkepanjangan dengan Dinasti Ustmani. Berdirinya Dinasti Shafawi yang bermazhab Syi’ah merupakan ancaman bagi Dinasti Ustmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua dinasti besar ini; kedua, tejadinya dekadensi moral yang melanda sebagian pemimpin kesultanan Dinasti Shafawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran dinasti ini; ketiga, sering terjadi konflik internal dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.

Islam telah mewariskan dan memberi pengayaan terhadap khazanah kebudayaan India. Sepertinya tepat yang ditulis oleh roger Garaudy bahwa Islam telah membawakan kepada manusia suatu dimensi transenden (ketuhanan) dan dimensi masyarakat (umat).

Dengan hadirnya kesultanan Mughal, maka kerjayaan India dengan peradaban hindu nya yang nyaris tenggelam, kembali muncul. Kemajuan yang dicapai Kesultanan Mughal telah memberi inspirasi bagi perkembangan peradaban dunia baik politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Misalnya, politik toleransi (sulh-e-kul), sistem pengelolaan pajak, seni arsitektur, dan sebagainya. Kesultanan Mughal telah berhasil membentuk sebuah kosmopolitan Islam-India daripada membentuk sebuah kultur Muslim secara eksklusif.

Bab VI, penyebaran agama Islam merupakan suatu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Kedatangan agama Islam di Indonesia memiliki beberapa teori; Pertama, Islam datang dari anak benua India. Kedua, Islam datang dari Bengal. Ketiga, Islam datang ke Indonesia melalui Colomader dan Malabar. Keempat, Islam datang dari sumber aslinya yaitu Arab. Mengenai kesultanan-kesultanan sebelum penjajahan Belanda ternyata memiliki konttribusi yag sangat penting dalam menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di Indonesia.

Kesultanan-kesultanan yang berdiri sebelum penjajahan Belanda di Indonesia adalah: Kesultanan Perlak, Kesultanan Samudera Pasai, Kesultanan Aceh, Kesultanan Mataram, dan Kesultanan Cirebon.

Peradaban Islam di Indonesia pada masa penjajahan Belanda dan Jepang meliputi bidang fisik dan non-fisik. Pada bidang fisik terlihat pada perubahan arsitektur masjid, masjid di Indonesia tidak hanya bercorak akulturasi seni banguna Islam dan Hindu seperti pada zaman kesultanan Islam, namun sudah terdapat masjid yang dirancang oleh Belanda  dan meniru corak masjid di negara Islam Timur Tengah. Pada masa penjajahan Hindi-Belanda dan Jepang di Indonesia, tidak banyak perdaban fisik yang dibangun.

Sedangkan pada bidang non-fisik, peradaban Islam di Indonesia pada masa penjajahan terlihat dari ulama yang muncul pada masa itu, corak dan produk pendidikan pondok pesantren, kelahiran sistem madrasah, perkembangan kitab fiqh, serta dualisme komunitas Islam (agraris dan perdagangan).

Peradaban Islam masa ereformasi semakin maju. Reformasi dimulai dari kekuasaan Orde Baru yang melakukan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Sehingga para pemuda khususnya mahasiswa yang dikomandani oleh cendekiawan Muslim Prof.Dr.H.M Amien Rais, MA berhasil menggulingkan pemerintahan Orde Baru dengan mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 M. Sejak itu mulailah komunitas Islam bangkit dengan dibentukanya poros tengah dan berhasil mengangkat tokoh-tokoh Islam panggung politik menguasai pemerintahan Indonesia. Amin Rais menjadi ketua MPR, Akbar Tanjung menjadi ketua DPR dan KH. Abdur Rahman Wahid sebagai Presiden RI, dengan hadirnya tokoh-tokoh Islam itu membuka saluran politik Indonesia semakin cair, keterbukaan, demokrasi langsung, penegakan HAM. Peradaban Islam semakin maju dengan ditandainya ormas-ormas Islam semakin banyak dan berkualitas. Ormas-ormas Islam bisa mengembangkan dirinya, kembali ke asas Islam.

Bab VII, setelah Rasulullah wafat, maka pengganti beliau disebut dengan Khalifah Rasul Allah (Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah raja. Fase pertama pembentukan rezim khalifah adalah periode Khulafaur Rasyidin, mereka adalah sahabat-sahabat dekat Nabi Muhammad SAW; Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib yang menjalankan pemerintahan dengan kebijaksanaannya mereka lantaran dekatnya hubungan pribadi mereka dengan Nabi Muhammad, serta lantaran otoritas keagamaan dan ketokohan mereka yang berasal dari kesetiaan terhadap Islam.

Khalifah merupakan pemimpin yang diangkat untuk melanjutkan tugas Nabi, baik dalam kapasitas sebagai pembela agama atau pemerintahan dunia. Bahkan menurut al-Mawardi, bahwa seseorang perlu memangku jabatan itu. Karena kita sadari, bahwa tanpa pemimpin-pemimpin (politik), masyarakat akan terjermbab ke dalam kerusuhan dan keganasan.

Model kepemimpinan khalifah kemudian berangsur pudar di mana pada gilirannya model kepemimpinan sultan (kesultanan) muncul menjadi kenyataan, yang menurut ilmuwan kenamaan Ibnu Khaldun, model terakhir ini cenderung bersifat sekuler, namun tidak dapat melepaskan diri dari berbagai bagian kekuasaan keagamaan (wilayah syar’iyyah), karena tidak dapat mengabaikan kepentingan rakyatnya yaitu kaum Muslimin.

C. Tanggapan

Buku Dinamika Peradaban Islam yang diterbitkan oleh CV. Pustaka Ilmu Group tidak banyak komentar saya tentang kelebihan dan kekurangan buku ini menurut saya kelebihan buku ini adalah menerangkan secara jelas dan logis dan dapat diterima akal pikiran sehingga saya dapat memahami isi kandungan yang tertera dalam buku ini dengan bahasa yang mudah dipahami dan alur yang jelas, menjelaskan setiap kejadian-kejadian penyebaran peradaban islam di dunia. Buku ini memang layak menjadi pegangan mahasiswa untuk mempelajari Sejarah Peradaban Islam karena disini ada semua dan komplit. Kekurangannya adalah  spesifik dalam setiap pembahasan perlu dipertegas dalam setiap pembahasan.

Buku ini adalah salah satu kajian yang mengupas tentang dinamika peradaban Islam Dunia Perspektif Historitaskupas meliputi sejarah politik, pemikiran, dan awal mula islam muncul dari era Nabi Muhammad, Khulafaur Rasyidin, Daulah Umayah, Daulah Abbasiyah hingga Abad Modern.

Buku ini dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama membahas peradaban Islam masa Rasulullah da Khulafaur Rasyidin, bagian kedua memaparkan peradaban yang dihasilkan ketika Islam sudah menyebar ke berbagai wilayah di benua Eropa, Afrika dan Asia. Bagian ketiga mengulas secara khusus peradaban Islam sebelum masa penjajahan Indonesia dan sesudahnya. Dan pada bagian keempat, merupakan bagian inti yang memuat terkait bagaimana kontribusi para akademika dan sarjana muslim terhadap perkembangan sains dalam peradaban dunia.

 

Daftar Pustaka

William H. Frederick dan Soeri Soeroto (ed), Pemahaman Sejarah Indonesia, Sebeleum dan sesudah Revolusi (Jakarta: LP3ES, 1982), 1.

 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: UI Press, 1986), 27.

Hasan Utsman, Metode Penilitian Sejarah (Jakarta: Departemen Agama RI, 1986),

Mansur, Peradababan Islam dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Global Pustaka Utama,2004).

 Dudung Abdurrahman, Metode Penilitian Sejarah (Jakarta: Logos, 1999

Ahmad Syalabi, Mausu’ah al Tarikh al Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, Jilid 4,

(Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1979 M), 41-50

Drewes, G.W.J., The admonitions of Seh Bari : a 16th century Javanese

Muslim text attributed to the Saint of Bonang. The Hague: Martinus

Nijhoff , 1969.

Schrieke, B.J.O., Het Boek van Bonang. Utrecht: Den Boer, 1916.

 

 




Previous Post
Next Post

0 comments: